THEMA : IMAN YANG BERANI MENGHADAPI RASA TAKUT.
Introitus : ” Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7).
Bacaan I : Ayub 38 : 1, 8 – 11
Bacaan II : 2 Korintus 5 : 14 – 17
Bacaan III : Markus 4 : 35 – 40
Dijaman serba praktis dan cepat ini, banyak orang ingin sukses dengan cepat, mudah, dan tidak perlu usaha yang sulit. Seperti berjalan dijalan tol, kalau bisa tanpa halangan. Akan tetapi apakah orang yang berjalan di jalan tol pasti aman dan selamat ? Ternyata banyak kecelakaan yang terjadi di jalan tol. Ini memberitahukan kepada kita bahwa sesungguhnya bahaya tetap ada dalam kehidupan kita. Orang yang hidup seperti dijalan tol adalah orang yang tidak terbiasa mengalami berbagai tantangan, hambatan, dan masalah. Orang yang tidak terbiasa mengalami berbagai tantangan, hambatan, dan masalah maka hidupnya sangat rentan, mudah stress, cepat putus asa, bahkan ada yang ingin mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Ini berarti segala tantangan, hambatan, dan masalah itu harus kita hadapi. Tetapi kenyataannya banyak orang sudah menyerah sebelum bertindak. Sama seperti jalan bergelombang yang sengaja dibuat dalam jarak tertentu di jalan tol dengan maksud untuk memberi kejutan bagi para pengemudi. Ketika melewati jalan gelombang memang tidak nyaman, tetapi itu penting untuk mengingatkan kita agar berhati-hati.
Dalam Markus 4:35-40 dicatat bahwa pada sore hari setelah mengajar orang banyak, Yesus dan murid-murid-Nya naik perahu untuk menyeberang. Singkat cerita di dalam perahu Yesus tidur, dan kemudian terjadilah angin ribut yang menggoncangkan perahu mereka, sehingga perahu mulai penuh dengan air.
Murid-murid Yesus begitu panik dan ketakutan luar biasa. Padahal Petrus mengenal danau itu, ia mengenal badai dan angin, karena Petrus adalah seorang nelayan. Tetapi semua murid pada hari itu begitu terkejut dan takut. Karena takut perahu akan tenggelam, para murid berusaha dengan keras untuk menyelamatkan diri. Ada yang mencoba untuk mengeluarkan air dari dalam perahu, ada yang mencoba untuk menurunkan layar agar angin tidak mempermainkan perahu, semua usaha dilakukan agar mereka bisa selamat. Ketika para murid berada dalam ketakutan, mereka tidak dapat berpikir dengan tenang dan berusaha dengan cara apapun untuk mempertahankan dirinya. Akan tetapi semakin lama semakin nampak bahwa usaha para murid sia-sia. Air terus masuk ke dalam perahu, sedangkan angin ribut tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Melihat keadaan ini para murid nampaknya semakin putus asa dan panik.
Di tengah-tengah kepanikan dan keputus-asaan, mereka melihat satu sosok sedang tidur di dalam perahu. Ketika yang lain sedang bekerja keras agar perahu mereka tidak tenggelam, orang ini malah tidur di perahu.
Siapakah orang yang tidur ini? Tidak lain dan tidak bukan orang yang tidur itu adalah guru mereka sendiri, yaitu Tuhan Yesus. Mungkin dengan perasaan jengkel bercampur panik dan putus asa, para murid segera membangunkan Yesus dan berkata ”Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?”. Mereka seolah-olah ingin berkata ”Guru, Kamu kok enak-enak saja tidur. Apa Guru tidak tahu kalau kita sebentar lagi mau mati? Ayo bantu kami untuk menjaga perahu ini agar tidak tenggelam!”. Jadi para murid menyalahkan Tuhan Yesus. Di dalam kondisi seperti ini apa yang dilakukan para murid merupakan reaksi yang wajar, seperti manusia biasa pada umumnya yang takut akan kematian.
Namun hal yang menarik terjadi. Setelah melihat para murid-Nya yang panik dan putus asa, Yesus bangun dan menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu agar tenang. Sehingga angin ribut itu reda dan danau tersebut menjadi teduh sekali. Setelah itu Yesus menegur murid-murid-Nya ”Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Pertanyaan-pertanyaan Yesus ini rasanya sulit untuk dimengerti. Karena memang pada waktu itu para murid sudah takut mati, sehingga rasanya pertanyaan ini kurang tepat. Tapi mengapa Yesus tetap mengatakan hal ini? – yang rasanya lebih tepat dipahami bukan sebagai pertanyaan yang memerlukan jawaban, melainkan merupakan sebuah teguran yang keras kepada para murid. Apa maksudnya?
Entah karena keheranan terhadap peristiwa yang baru saja mereka alami, para murid tidak memberikan respon secara langsung terhadap pertanyaan Yesus. Mereka malah takut kepada Yesus (pertama takut pada angin ribut, namun setelah itu takut pada Yesus) dan untuk pertama kalinya di dalam Alkitab dicatat para murid bertanya seorang pada yang lain ”Siapa gerangan orang ini, …” atau dengan kata lain ”Siapa Dia?.
Sikap para murid yang pertama kali mendiskusikan tentang siapa Yesus ini menunjukkan bahwa mereka belum mengenal Yesus dengan baik, padahal mereka sudah sekian lama bersama-sama dengan Yesus. Jika mereka mau mendiskusikan tentang siapa Yesus ini, seharusnya di awal mereka mengikut Yesus. Tapi mengapa baru sekarang? Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa selama ini para murid belum mengenal Yesus dengan baik. Apalagi mereka mengatakan ”Apakah Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” Apakah memang Yesus benar-benar tidak perduli? Apakah para murid tidak tahu bahwa guru mereka, Yesus Kristus, adalah Pribadi yang sangat berkuasa? Bukankah para murid telah bersama-sama dengan Yesus pada saat Yesus mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan mengajar orang banyak. Ternyata pengetahuan akan seseorang tidak menjamin bahwa kita mengenal orang tersebut dengan baik, begitu pula hubungan kita dengan Allah. Pengetahuan akan Allah tidak menjamin bahwa kita mengenal Allah dengan baik.
Kita lihat murid-murid Yesus. Mereka adalah orang-orang yang selalu menyertai Yesus dalam pelayananNya. Mereka tahu Firman. Mereka sudah pelayanan. Mereka juga taat. Saya yakin mereka pada saat itu dalam keadaan letih setelah melayani terus menerus. Tapi ketika Yesus mengajak mereka menyeberang, mereka patuh dan ikut tanpa membantah. Artinya, mereka adalah orang-orang taat. Tapi lihatlah bahwa badai tetap bisa menghantam pengikut Yesus yang taat. Dan lihatlah, orang-orang taat yang sudah melayani sekalipun ternyata masih bisa memiliki iman yang kurang teguh sebagai rasa takut yang dialaminya. Padahal mereka sedang bersama Yesus pada saat itu. Apa yang mampu dilakukan Yesus? Dia sanggup meredakan badai yang membuat danau bergejolak dalam waktu yang singkat.
Menjadi pengikut Yesus tidak berarti kita akan 100% hidup tanpa masalah. Sekalipun kita sudah melayani, selalu taat, dan mengerti Firman, namun hal itu tidak menjamin hidup kita akan benar-benar tanpa badai persoalan. Ada kalanya kita akan berhadapan dengan “angin ribut” dalam kehidupan kita. Ada kalanya “air” mulai memasuki “kapal” kehidupan kita dan siap menenggelamkannya. Tapi ingatlah bahwa kita tidak perlu khawatir apabila kita tetap berjalan bersama Yesus. Jangan sampai kita yang mengaku percaya pada Yesus ternyata tidak melibatkanNya dalam kehidupan kita sehari-hari, sampai-sampai Tuhan hanya ditempatkan “di buritan” hingga tertidur sendirian. Tidak akan ada badai yang mampu menjungkirbalikkan apabila kita selalu melibatkan Yesus dalam hidup kita. Itu kunci utama agar kita bisa terus berjalan dengan jiwa penuh damai meskipun sedang berada ditengah-tengah amukan badai kehidupan. Dengan berjalan bersama Yesus dalam hidup baik dalam keadaan tenang maupun dalam angin ribut, kita tidak perlu takut karena kita bisa menyerahkan kekhawatiran kita kepadaNya seperti yang dikatakan Petrus. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7). Jangan jadikan Tuhan sebatas lampu emergency, yang hanya menyala ketika dibutuhkan, namun jadikanlah Tuhan sebagai partner dalam menempuh perjalanan hidup. Libatkan Tuhan dalam segala aspek kehidupan kita.
Pada ayat 35 kita tahu bahwa pada awalnya Yesus yang mengajak mereka ke seberang. Tetapi mengapa tetap ada badai ? Jawabnya terletak pada ayat 36. Di ayat 36 , mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.
Tadinya Yesus yang mengajak dan membawa mereka. Tetapi, tiba-tiba ada pergantian, merekalah kini yang membawa Yesus. Mereka tidak membiarkan lagi Yesus memimpin. Mereka berpikir, bahwa merekalah yang pantas memimpin. Yesus adalah anak tukang kayu, para murid adalah nelayan-nelayan yang lebih berpengalaman dan tahu suasana danau, para murid juga lebih mengerti tentang arah angin. Jadi, para murid yang harus memimpin, dan para murid menempatkan Yesus di buritan (bagian belakang perahu). Karena kuasa kegelapan melihat tidak perlunya Yesus menjadi pemimpin, maka kuasa kegelapan datang untuk mencobai dengan memberi badai yang sangat dashyat. Dan terbukti, mereka tidak mampu mengatasi pencobaan dengan kepemimpinan mereka sendiri.
Jika Yesus yang memimpin, jika Yesus yang memegang kemudi dan mengendalikan perahu ini, saya percaya bahwa badai tidak akan turun dan menghantam perahu, dan saya percaya danau itu akan tenang. Saudara boleh saja seorang dokter, seorang professor, seorang pengacara, atau boleh saja saudara seorang businessman yang ditempatkan Tuhan. Saudara boleh saja seorang yang kaya raya, atau seorang Insinyur yang terkenal. Tetapi, sebagai hamba Allah saya kembali mau mengingatkan, tetap jadikan Yesus yang memimpin hidup saudara.
Sebelum memulai melakukan apapun, mulailah bersama Yesus. Sebelum mengambil keputusan, mintalah Yesus terlibat dan jadikan pemimpin dalam hidup kita. Bertanyalah kepada Tuhan, ” Tuhan, apa yang harus saya perbuat ? ” Tuhan, tuntun saya, Tuhan saya mengambil keputusan ini, tolong kalaulah ini dari Tuhan, Tuhan materaikan, tetapi kalau bukan dari Tuhan, biarlah Engkau singkirkan. Jadi, kalau kita mempersilahkan Yesus yang memimpin, maka Yesuslah yang mengatur segala sesuatunya.
Disisi lain, mengapa Yesus tertidur di perahu ?. Yesus tidur bisa disebabkan karena lelah setelah melayani orang banyak. Namun dibalik itu, sebenarnya Tuhan Yesus menyerahkan tanggung jawab kepada para murid untuk mengemudikan perahu. Namun ternyata tanggung jawab itu tidak dilaksanakan dengan baik. Menghadapi badai seperti itu, mereka sudah takut dan menyerah. Seharusnya para murid memperlihatkan perilaku yang benar dalam menyelamatkan perahu dengan segenap daya upaya. Namun rasa takut dan kurang percaya membuat para murid kehilangan akal sehat. Bisanya hanya menggerutu, mengeluh, dan menyalahkan Tuhan Yesus yang sedang tidur. Dengan sikap yang bijak, Yesus menghentikan badai. Tetapi yang penting bukan berhentinya badai, tetapi supaya para murid tidak memiliki iman yang lemah, melainkan memiliki iman yang mampu mengatasi rasa takut. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa ketika kita menghadapi masalah, kita tidak boleh takut dan kurang percaya. Semua orang mempunyai rasa takut, namun rasa takut itu harus kita kalahkan melalui iman kita.
Seandainya kita ada dalam perahu seperti yang terjadi di perikop ini, bersama-sama dengan Yesus dan murid-murid. Sewaktu badai mulai datang dan perahu sudah mulai penuh air. Saya rasa apa yang dirasakan oleh murid-murid waktu itu: kepanikan mereka, ketakutan mereka, kekuatiran mereka sekaligus juga sebel-sebelnya mereka kepada Yesus yang mereka anggap diam saja, gak peduli kalau perahu sebentar lagi bisa jadi ancur … mungkin 99,99% akan menjadi perasaan kita juga!
Badai kehidupan selalu ada dihadapan kita. Pada saat tertentu badai itu tidak menerpa kita, tetapi terkadang hanya satu badai yang menerpa kita, namun ada kalanya kita diterpa bermacam-macam badai. Orang yang kita kasihi tiba-tiba mengalami kecelakaan atau meninggal dunia, tiba-tiba terjadi konstleting listrik hingga rumah kita terbakar, enak-enak nonton televisi dirumah tiba-tiba pesawat menjatuhi rumah kita (ingat jatuhnya pesawat Fokker 27), perusahaan tempat kita bekerja bangkrut sehingga kita di PHK, penghasilan yang tidak mampu untuk membiayai sekolah anak-anak, diputus pacar, anak-anak kita yang sangat nakal/malas dan sebagainya. Badai itu membuat kita gelisah, cemas, dan takut untuk menjalani kehidupan. Badai itu, seringkali membuat kita patah semangat untuk menghadapi masa depan. Rasanya badai kehidupan kita ini lebih menakutkan dari apa yang dialami para murid waktu itu.
Jadi kalau mau berbicara tentang “ Iman yang berani menghadapi rasa takut “ rasanya lebih mudah mengucapkannya daripada melakukannya. Namun demikian, marilah kita melihat beberapa hal yang mungkin bisa menjadi renungan supaya kita memiliki ketenangan, tetap damai meskipun ada di tengah badai yang menakutkan dalam kehidupan kita sekarang ini.
Tenang di tengah badai yang menakutkan bukan berarti melarikan diri dari kenyataan, melainkan berani menghadapi kenyataan bahwa betul ada kesulitan-kesulitan di sana-sini. Kita harus berjuang sekuat tenaga supaya kesulitan hidup terselesaikan. Salah satu yang bisa membuat kita tenang adalah saat kita ini tahu bahwa kita sudah melakukan yang sebaik mungkin dalam menghadapi amukan badai itu.
Kita akan tenang dalam menghadapi badai yang menakutkan kalau kita tahu bahwa meskipun kita melewati badai, Tuhan selalu ada dan menyertai kita dan memberikan kepada kita kekuatan yang cukup untuk melewati dan mengalahkan setiap badai. Badai itu Tuhan yang izinkan terjadi dalam kehidupan kita untuk kebaikan kita.
Kita belajar dari burung Rajawali. Ketika badai datang, Rajawali akan mengembangkan sayapnya sehingga angin badai yang datang menyerbu dirinya itu justru akan mengangkat dia melayang tinggi sehingga dia terbang jauh di atas dan melampaui badai dan melewati badai yang sedang terjadi. Waktu badai mengamuk, Rajawali justru memanfaatkan badai dahsyat itu untuk mengangkat dia ke tempat yang lebih tinggi yang membuat dia bisa melewati badai sedahsyat apapun. Bila berada di tengah badai yang menakutkan hidup, andalkanlah Tuhan supaya kita bisa melewati badai itu dan menapaki tingkat kehidupan yang baru, yang lebih tinggi lagi, lebih dekat lagi dan jauh lebih kenal lagi tentang karya, kuasa penyertaan Tuhan.
Dari bacaan pertama (Ayub 38 : 1, 8-11), Ayub menjadi contoh yang baik. Kita tahu bahwa Ayub adalah salah satu orang percaya yang berani menghadapi berbagai kesusahan dan godaan. Anak-anak Ayub meninggal, harta benda Ayub habis, Ayub ditinggal istrinya, dan Ayub di cemooh orang-orang disekitarnya. Namun demikian Ayub tidak patah semangat. Meskipun pernah protes kepada Tuhan atas segala kesusahan dan godaan yang dialami, namun Tuhan tetap menghormati segala usaha yang dilakukan Ayub. Ayub tetap diingatkan Tuhan bahwa semua peristiwa dalam kehidupan tidak bisa lepas dari kehendak Tuhan. Badai kehidupan diijinkan Tuhan untuk kebaikan umat manusia, meskipun terkadang harus dilalui dengan kesedihan, kecemasan dan rasa sakit. Ayub diuji dengan berbagai persoalan yang berat, namun semua itu dihadapi Ayub dengan iman yang teguh. Dan ternyata Ayub menjadi pemenang.
Bacaan kedua (2 Korintus 5 : 14-17) mengingatkan kita tentang berbagai godaan, tantangan dan hambatan yang dialami rasul Paulus dalam pelayanannya di tengah jemaat. Paulus dimampukan menghadapi berbagai masalah bukan karena kekuatannya sendiri, tetapi karena kasih karunia Tuhan. Oleh karena kasih karunia Tuhan, Paulus mendapat kekuatan lahir dan batin dalam menjalankan tugas pelayanannya. Kekuatan Paulus dalam menghadapi berbagai masalah bukan didasarkan pada kemampuan diri sendiri, namun kekuatan itu karena Tuhan yang memberi. Itulah yang disebut menjadi ciptaan baru didalam Tuhan. Ciptaan lama mengandalkan kekuatan sendiri, tetapi ciptaan baru mengandalkan penyertaan dan kuasa Tuhan.
Iman yang berani menghadapi rasa takut, tampil tenang ditengah badai kehidupan. Iman yang berani menghadapi rasa takut mengetahui dan mengenal Tuhan sebagai sumber segala penyelesaian hidup kita. Iman yang berani mengalahkan rasa takut menerima tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan dan menjalankannya dengan baik. Iman yang berani menghadapi rasa takut menjadikan Tuhan Yesus sebagai pemimpin, dan mau menyerahkan segala kekuatiran kita kepadaTuhan. Kita panggil Yesus, karena Yesus tidak pernah terlalu sibuk, sampai IA tidak bisa mengulurkan tanganNYA dan membantu kita. Yesus kelihatanNYA tertidur, tetapi ketika murid-muridNYA memanggil Yesus dengan suara hati yang terdalam, Yesus pasti meneduhkanNYA. Ketika ada badai, jangan lari, jangan kalah sebelum melawan. Hadapilah badai yang menakutkan itu, dan percayalah bahwa Yesus dapat meneduhkannya. Imani dan percayalah, karena bagi Yesus tidak ada perkara yang mustahil. Amin.
Drs. Kristyan Dwijosusilo, M.Kp – 23062912